B. Indonesia

Pertanyaan

Naskah drama asal usul majalengka

1 Jawaban

  • Dikisahkan, pada jaman dahulu kala di daerah jawa barat hiduplah seorang lelaki petani yang sangat kaya. Seluruh sawah dan ladang di desanya menjadi miliknya. Penduduk desa hanya menjadi buruh tani penggarap sawah dan ladang lelaki kaya itu.

    Petani kaya itu memiliki sifat kikir. Oleh karena itu, penduduk desa menjulukinya Pak Kikir.
    Kekikiran Pak kikir tidak pandang bulu, sampai-sampai terhadap anak lelaki satu-satunya pun dia juga sangat pelit. Untunglah sifat kikir itu tidak menular pada anak lelakinya itu.

    Anak Pak Kikir itu adalah pemuda yang baik hati. Tanpa sepengetahuan ayahnya, dia sering membantu tetangganya yang kesusahan.

    Menurut anggapan dan kepercayaan masyarakat desa itu, jika menginginkan hasil panen yang baik dan melimpah maka harus diadakan pesta syukuran dengan baik pula. Takut jika panen berikutnya gagal, maka Pak Kikir terpaksa mengadakan pesta syukuran dan selamatan semua warga desa diundang oleh Pak Kikir.

    Pak Kikir:
    Wahai, para penduduk desa! Datanglah, kemari! Aku akan mengadakan pesta syukuran dan selamatan. Jangan lewatkan kesempatan ini!

    Warga 1:
    Hei, Kawan! tinggalkan dulu pekerjaannya. Pak kikir sedang mengadakan acara syukuran kita para warga desa diundang untuk datang ke rumahnya.

    Warga 2:
    Ayo, ayo, buruan kita datang. Nanti buru abis makanannnya.

    Warga 3:
    Ayo, kita sama-sama datang ke rumahnya.

    Narator:
    Begitu setelah warga sampai di rumah Pak Kikir....

    Warga 2:
    Huuuuhh! Kita diundang orang terkaya se desa, ku kira akan disediakan makanan yang enak dan lezat. Ternyata....cuman makanan apa ini?? Ga enak! Lagian makanannya dikiiit bangeeet. Ah! Ternyata perkiraanku meleset.

    Warga 3:
    Iya betul. Tuh lihat para tamu undangan yang lain juga tidak mendapat makanan.

    Warga 1:
    Ya Tuhaaann!(sambil mengelus dada)
    Pak kikir memang terbukti kikir!

    Warga 2:

    Huuh!! Sudah berani mengundang orang ternyata tidak dapat menyediakan makanan, sungguh keterlaluan! buat apa hartanya yang segudang itu.
    Tuhan tidak akan memberikan berkah pada hartanya yang banyak itu.

    Narator:
    Demikianlah pergunjingan dan sumpah serapah dari orang-orang miskin mewarnai pesta selamatan yang diadakan Pak Kikir.

    Pada saat pesta selamatan sedang berlangsung, iba-tiba datanglah seorang nenek tua renta,

    Nenek:
    (sambil merintih)
    Tuan... berilah saya sedekah, walau hanya dengan sesuap nasi.

    Pak Kikir:
    Apa, sedekah?! Kau kira untuk menanak nasi tidak diperlukan jerih payah hah...?

    Nenek:
    Berilah saya sedikit saja dari harta tuan yang berlimpah ruah itu....Tuan,

    Pak Kikir:
    Tidak! Cepat pergi dari sini! kalau tidak, aku akan suruh tukang pukulku untuk menghajarmu!!

    Narator:
    Nenek tua itu segera berlalu dari hadapan Pak Kikir. Tidak mendapat sedekah tetapi malah diusir secara kasar oleh Pak Kikir. Dengan hati pilu, dan mengeluarkan air mata.
    nenek yang malang itu segera meninggalkan halaman rumah Pak Kikir. Ia berjalan sempoyongan menyusuri jalan desa.

    Melihat kejadian itu putera Pak Kikir sangat sedih.

    Anak Pak Kikir:
    Kasihan Nenek itu. Sudah dibentak-bentak ayah tapi juga ga dikasih makanan oleh ayah. Gimana ya, caranya aku bisa ngasih sedekah ke nenek itu?
    Oooh iya, aku ambilkan saja jatah makan siangku buat nenek itu.

    Narator:
    Tak lama kemudian anak Pak Kikir mengejar si nenek tua....

    Anak Pak Kikir:
    Mana si nenek ya? Ooh itu dia! Sudah sampai di ujung desa.
    Nek! Tunggu, Nek!

    Narator:
    Nenek itu pun berhenti, lalu menoleh ke belakang. Ia melihat seorang anak muda berlari mendekatinya.

    Nenek:
    Ada apa, Anak muda?

    Anak Pak Kikir:
    Saya anak Pak Kikir, Nek! Saya ingin meminta maaf atas perlakuan ayah saya tadi! Sebagai obat kecewa, ambillah jatah makan siang saya ini, Nek!

    Nenek:
    (gembira)Terima kasih, Nak! Engkau anak yang baik hati. Semoga Tuhan akan membalas kebaikanmu ini dengan kemuliaan.

    Anak Pak Kikir:
    Sama-sama, Nek! kalau begitu, saya langsung pulang ya, Nek. Khawatir ayah mencariku.

    Nenek:
    Hati-hati, Nak

    Narator:
    Setelah anak Pak Kikir pergi, nenek tua itu segera menyantap makanan itu, lalu kembal

Pertanyaan Lainnya